Cari Blog Ini

Sabtu, 30 Juni 2007

bunga bank

untuk buletin e-sya FoSEI

Perbankan : Di Antara 2 Pilihan

(edisi mei)

Pilih yang mana hayo? Kalo ada dua piring ayam goreng (jadi laper nih), ayam goreng pertama, cara mematikan ayamnya dengan dicekik (hi… serem!), ayam goreng kedua cara mematikan ayamnya dengan disembelih dengan menyebut Asma Allah. Rasa di lidah sama, mungkin lebih enak ayam yang pertama, tapi rasa di hati jelas beda banget, yang pertama HARAM, yang kedua jelas HALALAN THAYYIBAN WA BAROKATAN. Iya kan? Jadi pilih yang mana? Kalo gitu jelas Pilih yang kedua dong, dari pada masuk neraka. Trus apa hubungannya sama bank? Nah, itu tadi analogi bank konvensional dan bank syariah menurut Dirut BMI Cab DIY. Jadi intinya tuh, kita semua harus hijrah dari bank konvensional ke bank syariah. Sekarang dah ga ada kata DARURAT lagi karena di semua daerah dah ada bank syariahnya, baik itu bank umum syariah, unit usaha syariah maupun BPRS. Jadi umat muslim Indonesia sudah wajib melakukan semua aktivitas perbankannya ke perbankan syariah.
Apa sih Bedanya bank syariah sama bank konvensional? Bedanya ya kayak analogi ayam goreng tadi. Bank konvensional menggunakan bunga dan bunga itu termasuk riba yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah. “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”( QS Al-Baqarah). Untuk lebih jelasnya Tanya deh sama MAS EKO (Masalah ekonomi) di hal 2. Majlis Ulama Indonesia (MUI) juga telah memfatwakan bahwa bunga bank haram pada 16 Desember 2003 yang lalu. Sedangkan bank syariah menggunakan prinsip-prinsip yang tidak bertentangan dengan syariah, contohnya bagi hasil (profit sharing/mudharabah), prinsip jual beli (murabahah),de el el. Pokoknya semua dijamin halal. Terus beda yang kedua nih. Fungsi bank kan sebagai lembaga perantara (intermediary institution) antara yang punya uang dengan yang membutuhkan uang, ternyata bank konvensional justru menjadi penyekat antara pemodal dan pengusaha tadi, cause di bank konvensional ga ada yang namanya risk transferability (transfer resiko) dari pengusaha ke pemodal. Nah dari sini muncul masalah lain, yaitu ketidakadilan. Ketika si pengusaha rugi, dia tetap harus bayar bunga, ketika dia untung besar, bagian untuk pemodalnya tetep aja, ga nambah. Beda sama prinsip bagi hasilnya bank syariah, ketika si pengusaha labanya dikit, pemodal/penabungnya dapet bagi hasilnya dikit, begitu juga pas pengusahanya dapet untung besar, penabungnya juga dapet bagi hasil yang tinggi. Jadi ga ada kesenjangan antara pemilik modal dan pengusaha. Adil KAN?

Trus kalo pengusahanya rugi ntar uangku ikutan ilang donk? Tenang aja,
kan dalam operasinya bank syariah menganut prinsip kehati-hatian, jadi ga sembarang orang dipinjemin uang, hanya pengusaha yang prospektif aja yang dikasih pinjem. Oke sih tapi Tunggu dulu, soalnya ada gossip kalo sekarang ini banyak bank konvensional yang berganti baju menjadi bank syariah. Jadi bank syariah tapi sebenarnya operasi dan lain-lainnya masih konvensional, gimana tuh? Dah ga muat nih, nantikan di edisi juni ya?

Perbankan : Di Antara Dua Pilihan (2)
(edisi juni)

Nglanjutin edisi Mei, Apa ada jaminan kalo bank syariah benar-benar beroperasi sesuai syariah? Tapi sebelum ngomongin jauh-jauh kesitu, mungkin ada yang masih ragu, apakah perbankan itu termasuk dalam syariat Islam, apa di jamannya Rasulullah SAW juga ada bank, jangan-jangan praktek perbankan termasuk bid’ah? bukankah kata “BANK” berasal dari bahasa Italia? Begini saudaraku, kata “bank” memang berasal dari bahasa Perancis banque dan bahasa Italia banco yang artinya peti, lemari, bangku. Tetapi nih, esensi perbankan telah dijalankan di jaman rasulullah, contohnya ketika Rasulullah hijrah, beliau berpesan kepada Sayyidina Ali RA untuk mengembalikan harta orang-orang Makkah yang dititipkan kepada beliau, karena beliau memang dipercaya untuk menjadi “bank” oleh masyarakat setempat pada waktu itu (gelarnya saja al-amin kan?, orang yang dipercaya). Praktek perbankan terus berkembang pada masa khulafaurrasyidin sampai sekarang. prinsip dalam masalah muamalah adalah semua hal boleh dilakukan kecuali yang di larang. Misalnya nih, deposito mudharabah boleh ga sih? Pertanyaan balik, ada larangan untuk mudharabah ga? Kalo ga ada berarti itu boleh dilakukan karena tidak mengandung unsur praktik yang dilarang seperti riba, gharar dan maysir. Jelas kan?

Kembali ke permasalahan pertama, Dalam setiap bank syariah tuh ada yang namanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang kedudukannya sejajar dengan dewan komisaris. Bank syariah mengajukan rekomendasi anggota DPS ke Dewan Syariah Nasional MUI (DSN MUI) kemudian di-fit and proper test, jadi ga sembarang orang bisa jadi DPS karena tugasnya ga main-main yaitu mengawasi apakah bank syariah tersebut benar-benar beroperasi sesuai syariah, apakah uang yang ada di alokasikan untuk usaha-usaha yang halal, kemudian DPS harus menyampaikan laporan pengawasannya ke DSN MUI, jadi DPS itu wakil/tangan kanannya DSN MUI di bank syariah tersebut. Jadi anggota DPS harus orang-orang yang “tahu syariah dan tahu perbankan”. kalo ternyata ditemukan penyimpangan syariat, maka MUI akan memberikan teguran kepada bank tersebut, kalo bank-nya masih ngotot juga maka MUI akan melaporkannya ke lembaga yang memiliki otoritas seperti BI ato Departemen Keuangan untuk diberi sanksi . Fakta juga menunjukkan bahwa bank syariah lebih bisa survive saat krisis melanda negeri kita tercinta ini. Kurang apa coba? Masih ragu dengan bank syariah? Kalo jawabannya MASIH, cobalah introspeksi diri kita, jangan-jangan kita termasuk orang yang dimaksud dalam ayatNYA yang artinya: “Allah telah mengunci hati-hati mereka, pendengaran mereka, penglihatan mereka,……” (Al-Baqarah:7) na’udzuillah min dzalik, itu adalah ayat yang menceritakan orang-orang kafir.