Solusi Perbankan Syariah : Antara Office Channeling dan Spin off
(untuk essay FoSEI 1427H)
Pengantar
Bank syariah di Indonesia memang bisa dikatakan masih baru, tapi kemampuannya untuk bersaing dengan bank konvensional tak diragukan lagi. Hal ini dibuktikan dengan lebih survive-nya bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional saat krisis ekonomi melanda Indonesia beberapa tahun lalu. Perkembangan perbankan syariah nasional juga menunjukkan peningkatan yang sangat menggembirakan. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan aset perbankan syariah adalah 65 persen. Sampai akhir 2004, total asset bank syariah nasional mencapai Rp 14,148 triliun. Sedangkan total aset hingga oktober 2005 mencapai 18,7 triliun dengan total investasi dana pihak ketiga mencapai Rp 13,4 triliun. Saat ini, walaupun tingkat asset perbankan syariah masih relatif kecil dibandingkan dengan perbankan nasional, Namun aspek pembiayaan perbankan syariah jauh lebih besar dengan meraih LDR 106,96%. Padahal, perbankan keseluruhan hanya mencapai angka LDR 61,14% (per Maret 2006). Jaringan kantor bank syariah pada Desember 2003 sekitar 337, naik pada 2004 menjadi 443buah.
Office Channeling
Bank Indonesia memasang target market share perbankan syariah 5,7% pada 2007. Target optimis itu pantas ditentukan karena peraturan office channeling yang diberlakukan BI dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2006 tentang kebijakan Office Channeling (pembukaan outlet unit syariah). Office channelling adalah istilah yang digunakan BI untuk menggambarkan penggunaan kantor bank umum (konvensional) dalam melayani transaksi-transaksi dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan telah memiliki UUS. Mungkin sepintas, office channeling sama dengan two windows system yang digunakan di Malaysia, memperbolehkan bank umum (konvensional) yang tidak memiliki UUS atau kantor cabang syariah, untuk melakukan transaksi dengan skim syariah dalam satu kantor (office). Dengan kata lain, dalam satu bank, terdapat dua sistem layanan sekaligus: skim syariah dan konvensional. Tujuan utamanya, untuk memacu pertumbuhan industri perbankan syariah, khususnya Unit Usaha Syariah (UUS) yang dikelola oleh bank-bank konvensional. Aturan ini mensyaratkan cabang bank konvensional penyelenggara layanan syariah di sebuah kota harus memiliki UUS Syariah di kota bersangkutan. Peraturan tersebut diyakini dapat meningkatkan perkembangan perbankan syariah dengan cepat. Hal tersebut juga disambut baik oleh para praktisi perbankan syariah nasional. Office channeling diberlakukan dalam rangka meningkatkan akses masyarakat kepada jasa perbankan syariah. Peraturan office channeling ini maksudnya BI membolehkan cabang bank konvensional yang telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) untuk juga melayani transaksi syariah. Dengan begitu bank tidak perlu lagi membuka cabang UUS di banyak tempat untuk dapat memberikan pelayanan perbankan syariah.
BI baru akan mengizinkan transaksi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Sedangkan untuk transaksi pembiayaan, untuk sementara, tetap harus dilakukan di kantor UUS atau kantor cabang syariah dan untuk kebijakan manajemen dan sumberdaya manusia (SDM) tetap ditentukan oleh kantor pusat bank bersangkutan. Dengan kata lain, bank yang memiliki UUS tersebut hanya dapat memanfaatkan tempat yang ada pada kantor konvensional untuk melakukan transaksi dengan skim syariah. Berbeda dengan office chanelling ini, konsep two windows system yang selama ini dipopulerkan Malaysia, mengizinkan semua transaksi syariah dilayani oleh kantor bank umum konvensional, termasuk dalam hal kebijakan manajemen dan SDM. Office chaneling ini bisa menekan beban biaya perusahaan, karena investasinya lebih murah dan efisien dari pada membuka cabang baru. Karena hanya membutuhkan dana 5-10 juta rupiah sedangkam kalau membuka cabang membutuhkan dana 5-10 miliar rupiah. Tentu saja penghematan ini sangat membantu perkembangan perbankan syariah.
Manfaat Office Channeling
Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan office channeling. Diberlakukannya sistem office channelling ini, diperkirakan akan memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan industri bank syariah di masa mendatang. Pertama, dengan diberlakukannya office channelling, tentu akan semakin memudahkan bagi nasabah untuk melakukan transaksi syariah tanpa harus mendatangi kantor bank syariah. Ini menjadi solusi atas permasalahan keterbatasan kantor unit usaha syariah yang ada selama ini (3 BUS dengan 106 KPO/KC, 57 KCP, 10 UPS, 135 KK dan 19 UUS dengan 88 KPO/KC, 52 KCP, 3KK) sehingga menjadi salah satu hambatan perkembangan bank syariah. Dengan kata lain, akses terhadap lokasi bank syariah yang selama ini menjadi kendala bagi nasabah untuk mendapatkan fasilitas transaksi syariah akan dapat teratasi.
Selama ini masyarakat yang akan bertransaksi dengan bank syariah mengalami kesulitan karena belum banyak bank syariah yang beroperasi di Indonesia. Manfaat yang kedua dengan semakin mudahnya para nasabah untuk mendapatkan akses layanan perbankan syariah, diperkirakan perkembangan DPK akan semakin besar. Dengan demikian, peran perbankan syariah dalam melayani kebutuhan masyarakat dalam melayani penyimpanan DPK akan semakin membaik. Office channelling diharapkan bisa meningkatkan pangsa pasar (market share) perbankan syariah terhadap perbankan nasional. Dengan semakin mudahnya mendapatkan informasi dan akses terhadap kantor bank syariah, diharapkan market share perbankan syariah akan semakin besar. Sehingga, target yang ditetapkan BI, dalam cetak biru (blue print) perbankan syariah secara nasional akan bisa tercapai.
Hal Yang Harus Diwaspadai
Walaupun office channeling terlihat sangat baik, namun ada beberapa hal yang harus di waspadai agar tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu menghambat perkembangan bank syariah. Di atas sudah dijelaskan bahwa office channeling akan meningkatkan DPK bank syairah. Yang menjadi masalah, setelah DPK diperoleh, pekerjaan selanjutnya adalah bagaimana mengalokasikan dana tersebut ke dalam bentuk pembiayaannya (financing). Padahal, kalau dana dari skim syariah dialokasikan dalam kredit berbentuk konvensional adalah tidak diperbolehkan dalam konsep bank syariah. Dengan kata lain, selain pola ini bisa mendorong pertumbuhan perbankan syariah dari sisi funding, pola office channeling juga memunculkan tantangan tersendiri bagi para bankir untuk penempatan dananya pada sektor dan skim yang halal. Memang selama ini FDR masih dalam kategori sehat yaitu 106,96% pada maret 2006. Namun bukan tidak mungkin perbankan syariah akan kewalahan menyalurkan DPK ke pembiayaan apabila DPK yang diperoleh terlalu besar jumlahnya.
Hal kedua yang harus diwaspadai adalah office channeling ini harus benar-benar syariah jangan sampai terkontaminasi praktek perbankan yang diharamkan syariat.
Spin off
Walaupun dengan beberapa catatan, dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa office channeling merupakan sebuah solusi sebagian dari permasalahan yang dihadapi perbankan syariah sekarang ini tetapi itu hanyalah solusi untuk jangka pendek dan jangka menengah, bukan solusi untuk jangka panjang. Untuk jangka pendek karena keterbatasan modal dan sumber daya lainnya, office channeling menjadi satu solusi yang sangat tepat.
Sedangkan untuk jangka panjang, perbankan syariah tetap harus mentargetkan spin off, namun secara bertahap, jangan sampai layu sebelum berkembang, belum berkembang sudah banyak dibebani peraturan yang memberatkan. Apa itu spin off? Spin off bisa dikatakan penyapihan kantor cabang syariah dari induknya menjadi bank tersendiri. Hal ini menuai kontroversi karena spin off membutuhkan dana yang tidak sedikit, selayaknya seorang anak yang akan berkeluarga sendiri memisahkan diri dari orangtuanya tentu saja tidak boleh hanya bermodal dengkul saja, harus ada bekal materi agar bisa hidup, seperti itu juga dengan perbankan, terutama perbankan syariah yang sedang marak akhir-akhir ini. Kalau peraturan spin off benar-benar diberlakukan sekarang, maka tentu saja akan manghambat perkembangan perbankan syariah itu sendiri karena nantinya bank-bank konvensional yang hanya mampu membuka cabang syariah tidak bisa mengopersikan lagi cabang syariahnya karena harus spin off dan tidak ada cukup modal untuk menyapih anaknya menjadi bank tersendiri.
Bank-bank yang selama ini memiliki UUS harus mengubahnya menjadi anak perusahaan dengan badan hukum sendiri. Setoran modal minimum 1 T padahal sebagian besar dari UUS yang ada modalnya di bawah 500 M. Alasan spin off adalah cara ini paling cepat mendorong pertumbuhan perbankan syariah. Namun dengan syarat, spin off diberlakukan nanti kalau aset sudah besar. Spin off juga dimaksudkan agar tidak tercampur dengan usaha yg syubhat, jadi harus ada pembatasan yg jelas. Jadi tidak seperti yang selama ini ada dalam draft RUU Perbankan Syariah. Menurut Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Aries Mufti, Untuk spin off, ada tiga hal yang harus dipikirkan, yakni timing, sizing, dan pricing. Jika waktunya sudah tepat, aset, atau pasarnya sudah besar serta ongkosnya murah dan lebih menguntungkan, tak ada pilihan kecuali memisahkan UUS dari bank induk. Spin off dimaksudkan untuk menghilangkan keragu-raguan pengelolaan dana yang ada dengan bank induknya. Yg penting harus ada garis tegas antara konvensional dan syariah, neraca harus dipisah. Wacana spin off (pemisahan unit usaha syariah (UUS) dari bank konvensional) sempat menimbulkan kekhawatiran kalangan praktisi perbankan syariah. Mereka menilai, ide itu akan menghambat laju dan pertumbuhan perbankan syariah. Memang demikian adanya, Sebab jika dipaksakan spin off, akan banyak bank syariah (UUS) yang akan berguguran. Jadi kebijakan yang tepat untuk sekarang ini adalah office channeling dan untuk jangka panjang adalah spin off.
Sebagai perbandingan, di bawah ini adalah sekilas tentang plus minus Office channeling dan spin off perbankan syariah
1. OC (office channeling)
Sumber: Republika online, Tempointeraktif.com, media Indonesia online, suara karya online, bisnis.com, Banjarmasin post.com, pontianak post.com, Bank Indonesia
(untuk essay FoSEI 1427H)
Pengantar
Bank syariah di Indonesia memang bisa dikatakan masih baru, tapi kemampuannya untuk bersaing dengan bank konvensional tak diragukan lagi. Hal ini dibuktikan dengan lebih survive-nya bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional saat krisis ekonomi melanda Indonesia beberapa tahun lalu. Perkembangan perbankan syariah nasional juga menunjukkan peningkatan yang sangat menggembirakan. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan aset perbankan syariah adalah 65 persen. Sampai akhir 2004, total asset bank syariah nasional mencapai Rp 14,148 triliun. Sedangkan total aset hingga oktober 2005 mencapai 18,7 triliun dengan total investasi dana pihak ketiga mencapai Rp 13,4 triliun. Saat ini, walaupun tingkat asset perbankan syariah masih relatif kecil dibandingkan dengan perbankan nasional, Namun aspek pembiayaan perbankan syariah jauh lebih besar dengan meraih LDR 106,96%. Padahal, perbankan keseluruhan hanya mencapai angka LDR 61,14% (per Maret 2006). Jaringan kantor bank syariah pada Desember 2003 sekitar 337, naik pada 2004 menjadi 443buah.
Office Channeling
Bank Indonesia memasang target market share perbankan syariah 5,7% pada 2007. Target optimis itu pantas ditentukan karena peraturan office channeling yang diberlakukan BI dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2006 tentang kebijakan Office Channeling (pembukaan outlet unit syariah). Office channelling adalah istilah yang digunakan BI untuk menggambarkan penggunaan kantor bank umum (konvensional) dalam melayani transaksi-transaksi dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan telah memiliki UUS. Mungkin sepintas, office channeling sama dengan two windows system yang digunakan di Malaysia, memperbolehkan bank umum (konvensional) yang tidak memiliki UUS atau kantor cabang syariah, untuk melakukan transaksi dengan skim syariah dalam satu kantor (office). Dengan kata lain, dalam satu bank, terdapat dua sistem layanan sekaligus: skim syariah dan konvensional. Tujuan utamanya, untuk memacu pertumbuhan industri perbankan syariah, khususnya Unit Usaha Syariah (UUS) yang dikelola oleh bank-bank konvensional. Aturan ini mensyaratkan cabang bank konvensional penyelenggara layanan syariah di sebuah kota harus memiliki UUS Syariah di kota bersangkutan. Peraturan tersebut diyakini dapat meningkatkan perkembangan perbankan syariah dengan cepat. Hal tersebut juga disambut baik oleh para praktisi perbankan syariah nasional. Office channeling diberlakukan dalam rangka meningkatkan akses masyarakat kepada jasa perbankan syariah. Peraturan office channeling ini maksudnya BI membolehkan cabang bank konvensional yang telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) untuk juga melayani transaksi syariah. Dengan begitu bank tidak perlu lagi membuka cabang UUS di banyak tempat untuk dapat memberikan pelayanan perbankan syariah.
BI baru akan mengizinkan transaksi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Sedangkan untuk transaksi pembiayaan, untuk sementara, tetap harus dilakukan di kantor UUS atau kantor cabang syariah dan untuk kebijakan manajemen dan sumberdaya manusia (SDM) tetap ditentukan oleh kantor pusat bank bersangkutan. Dengan kata lain, bank yang memiliki UUS tersebut hanya dapat memanfaatkan tempat yang ada pada kantor konvensional untuk melakukan transaksi dengan skim syariah. Berbeda dengan office chanelling ini, konsep two windows system yang selama ini dipopulerkan Malaysia, mengizinkan semua transaksi syariah dilayani oleh kantor bank umum konvensional, termasuk dalam hal kebijakan manajemen dan SDM. Office chaneling ini bisa menekan beban biaya perusahaan, karena investasinya lebih murah dan efisien dari pada membuka cabang baru. Karena hanya membutuhkan dana 5-10 juta rupiah sedangkam kalau membuka cabang membutuhkan dana 5-10 miliar rupiah. Tentu saja penghematan ini sangat membantu perkembangan perbankan syariah.
Manfaat Office Channeling
Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan office channeling. Diberlakukannya sistem office channelling ini, diperkirakan akan memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan industri bank syariah di masa mendatang. Pertama, dengan diberlakukannya office channelling, tentu akan semakin memudahkan bagi nasabah untuk melakukan transaksi syariah tanpa harus mendatangi kantor bank syariah. Ini menjadi solusi atas permasalahan keterbatasan kantor unit usaha syariah yang ada selama ini (3 BUS dengan 106 KPO/KC, 57 KCP, 10 UPS, 135 KK dan 19 UUS dengan 88 KPO/KC, 52 KCP, 3KK) sehingga menjadi salah satu hambatan perkembangan bank syariah. Dengan kata lain, akses terhadap lokasi bank syariah yang selama ini menjadi kendala bagi nasabah untuk mendapatkan fasilitas transaksi syariah akan dapat teratasi.
Selama ini masyarakat yang akan bertransaksi dengan bank syariah mengalami kesulitan karena belum banyak bank syariah yang beroperasi di Indonesia. Manfaat yang kedua dengan semakin mudahnya para nasabah untuk mendapatkan akses layanan perbankan syariah, diperkirakan perkembangan DPK akan semakin besar. Dengan demikian, peran perbankan syariah dalam melayani kebutuhan masyarakat dalam melayani penyimpanan DPK akan semakin membaik. Office channelling diharapkan bisa meningkatkan pangsa pasar (market share) perbankan syariah terhadap perbankan nasional. Dengan semakin mudahnya mendapatkan informasi dan akses terhadap kantor bank syariah, diharapkan market share perbankan syariah akan semakin besar. Sehingga, target yang ditetapkan BI, dalam cetak biru (blue print) perbankan syariah secara nasional akan bisa tercapai.
Hal Yang Harus Diwaspadai
Walaupun office channeling terlihat sangat baik, namun ada beberapa hal yang harus di waspadai agar tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu menghambat perkembangan bank syariah. Di atas sudah dijelaskan bahwa office channeling akan meningkatkan DPK bank syairah. Yang menjadi masalah, setelah DPK diperoleh, pekerjaan selanjutnya adalah bagaimana mengalokasikan dana tersebut ke dalam bentuk pembiayaannya (financing). Padahal, kalau dana dari skim syariah dialokasikan dalam kredit berbentuk konvensional adalah tidak diperbolehkan dalam konsep bank syariah. Dengan kata lain, selain pola ini bisa mendorong pertumbuhan perbankan syariah dari sisi funding, pola office channeling juga memunculkan tantangan tersendiri bagi para bankir untuk penempatan dananya pada sektor dan skim yang halal. Memang selama ini FDR masih dalam kategori sehat yaitu 106,96% pada maret 2006. Namun bukan tidak mungkin perbankan syariah akan kewalahan menyalurkan DPK ke pembiayaan apabila DPK yang diperoleh terlalu besar jumlahnya.
Hal kedua yang harus diwaspadai adalah office channeling ini harus benar-benar syariah jangan sampai terkontaminasi praktek perbankan yang diharamkan syariat.
Spin off
Walaupun dengan beberapa catatan, dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa office channeling merupakan sebuah solusi sebagian dari permasalahan yang dihadapi perbankan syariah sekarang ini tetapi itu hanyalah solusi untuk jangka pendek dan jangka menengah, bukan solusi untuk jangka panjang. Untuk jangka pendek karena keterbatasan modal dan sumber daya lainnya, office channeling menjadi satu solusi yang sangat tepat.
Sedangkan untuk jangka panjang, perbankan syariah tetap harus mentargetkan spin off, namun secara bertahap, jangan sampai layu sebelum berkembang, belum berkembang sudah banyak dibebani peraturan yang memberatkan. Apa itu spin off? Spin off bisa dikatakan penyapihan kantor cabang syariah dari induknya menjadi bank tersendiri. Hal ini menuai kontroversi karena spin off membutuhkan dana yang tidak sedikit, selayaknya seorang anak yang akan berkeluarga sendiri memisahkan diri dari orangtuanya tentu saja tidak boleh hanya bermodal dengkul saja, harus ada bekal materi agar bisa hidup, seperti itu juga dengan perbankan, terutama perbankan syariah yang sedang marak akhir-akhir ini. Kalau peraturan spin off benar-benar diberlakukan sekarang, maka tentu saja akan manghambat perkembangan perbankan syariah itu sendiri karena nantinya bank-bank konvensional yang hanya mampu membuka cabang syariah tidak bisa mengopersikan lagi cabang syariahnya karena harus spin off dan tidak ada cukup modal untuk menyapih anaknya menjadi bank tersendiri.
Bank-bank yang selama ini memiliki UUS harus mengubahnya menjadi anak perusahaan dengan badan hukum sendiri. Setoran modal minimum 1 T padahal sebagian besar dari UUS yang ada modalnya di bawah 500 M. Alasan spin off adalah cara ini paling cepat mendorong pertumbuhan perbankan syariah. Namun dengan syarat, spin off diberlakukan nanti kalau aset sudah besar. Spin off juga dimaksudkan agar tidak tercampur dengan usaha yg syubhat, jadi harus ada pembatasan yg jelas. Jadi tidak seperti yang selama ini ada dalam draft RUU Perbankan Syariah. Menurut Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Aries Mufti, Untuk spin off, ada tiga hal yang harus dipikirkan, yakni timing, sizing, dan pricing. Jika waktunya sudah tepat, aset, atau pasarnya sudah besar serta ongkosnya murah dan lebih menguntungkan, tak ada pilihan kecuali memisahkan UUS dari bank induk. Spin off dimaksudkan untuk menghilangkan keragu-raguan pengelolaan dana yang ada dengan bank induknya. Yg penting harus ada garis tegas antara konvensional dan syariah, neraca harus dipisah. Wacana spin off (pemisahan unit usaha syariah (UUS) dari bank konvensional) sempat menimbulkan kekhawatiran kalangan praktisi perbankan syariah. Mereka menilai, ide itu akan menghambat laju dan pertumbuhan perbankan syariah. Memang demikian adanya, Sebab jika dipaksakan spin off, akan banyak bank syariah (UUS) yang akan berguguran. Jadi kebijakan yang tepat untuk sekarang ini adalah office channeling dan untuk jangka panjang adalah spin off.
Sebagai perbandingan, di bawah ini adalah sekilas tentang plus minus Office channeling dan spin off perbankan syariah
1. OC (office channeling)
a. Bank syariah leluasa berkembang. Dan memiliki persaingan ketat dengan bank konvensional.
b. Kemurnian syariah bisa dijaga dengan pemisahan dua pintu.
c. Keberadaannya tersebar di mana-mana, karena jumlah kantor layanan besar, sehingga memudahkan untuk berkembang lebih luas.
d. Berada di bawah kontrol bank induk.
e. Modal tergantung komitmen bank induk. Jika menguntungkan, bisa diperpanjang oleh bank induk dan modal ditambah. Tetapi, jika kurang prospek, keberadaannya hanya sekedar mengikuti tren.2. SO (spin off)
a. Modal yang dibutuhkan harus besar (minimal Rp 1 triliun). Pengembangan bank syariah lambat.
b. Sulit bersaing dengan bank konvensional, kalau jumlah jaringan dan modal kecil.
c. Terjaga kemurnian operasional syariahnya.
Sumber: Republika online, Tempointeraktif.com, media Indonesia online, suara karya online, bisnis.com, Banjarmasin post.com, pontianak post.com, Bank Indonesia
Ini blog guruku toh...
BalasHapus